Proses digitalisasi pada bidang pemerintahan sudah berlangsung sejak lama. Sejak era e-government sampai dengan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

Secara umum proses digitalisasi ada pada sektor administrasi pemerintahan dan pelayanan publik. Digitalisasi ditandai dengan banyaknya aplikasi yang dimiliki oleh masing – masing instansi. Ada aplikasi yang dibuat dengan perencanaan yang matang ada juga aplikasi yang dibuat hanya untuk kepentingan proyek perubahan pada diklat latsar atau pim.

Berbeda dengan digitalisasi dimana merupakan proses merubah dari manual menggunakan kertas menjadi menggunakan aplikasi, transformasi digital adalah proses mengintegrasikan semua teknologi digital yang digunakan oleh instansi dengan cara merubah cara kerja menuju proses yang lebih efisien dan fleksibel. Transformasi digital pada pemerintah daerah seharusnya mengikuti proses bisnis pada instansi tersebut. Proses bisnis instansi pemerintah umumnya mengikuti regulasi atau peraturan yang berlaku. Instansi pemerintah seharusnya membuat proses bisnis dari manual ke digital.

Langkah – Langkah Transformasi Digital Pemerintah Daerah :

  1. Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital
  2. Mempersiapkan dan menentukan arsitektur
  3. Mempersiapkan talenta digital.
  4. Melakukan monitoring, evaluasi dan pembaharuan secara terus menerus terhadap sistem yang telah dibangaun.

Berbeda dengan media sosial, perusahaan swasta maupun korporasi yang menggunakan kecerdasan buatan untuk mengolah data dari  penggunanya untuk keperluan target iklan yang relevan, pemerintahan memerlukan kecerdasan buatan untuk proses kerja yang efektif dan sesuai sasaran. Secara umum tugas aparatur sipil negara yang bertugas di instansi pemerintah adalah untuk administrasi pemerintahan dan pelayanan publik.

Alur kerja administrasi pemerintahan selalu berulang setiap tahun. Pengelolaan keuangan pemerintah daerah sebagai contoh, siklusnya dimulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggungjawaban dan pemeriksaan. Seluruh siklus ini membutuhkan banyak sumber daya dan waktu dari aparatur sipil negara. Ada anggapan bahwa pekerjaan PNS paling banyak adalah membuat surat pertanggungjawaban (SPJ).

Lalu bagaimana cara memanfaatkan teknologi Artificial Intelegence (AI) untuk membantu kegiatan administrasi pemerintahan? Seluruh kegiatan di pemerintahan diatur oleh regulasi, Undang – Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Mentri, Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/ Peraturan Walikota. Untuk bisa memanfaatkan AI maka regulasi juga harus mendukung.

Kecerdasan buatan membutuhkan banyak data agar dapat bekerja dengan baik. Data masih menjadi persoalan dalam administrasi pemerintahan. Data penduduk misalnya yang dijadikan dasar dalam pembuatan kebijakan anggaran, belum ada data yang real time bisa ditampilkan.

Selain pengelolaan administrasi keuangan, pemerintahan juga memiliki kewajiban melaksanakan pelayanan publik. Administrasi kependudukan, pelayanan perizinan, pajak, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial lainnya. AI bisa dikembangkan untuk pelayanan publik yang lebih cepat. Beberapa negara maju sudah mulai menerapkan AI untuk pelayanan publik, Kantor Pajak Australia (ATO) sudah melakukan otomatisasi dalam proses perpajakan bagi warga negaranya.

Ciri paling kelihatan dari instansi pemerintah yang sudah menerapkan sistem kecerdasan buatan adalah adanya fitur chat dengan virtual asisten yang bisa menjawab dan memproses setiap pertanyaan yang diajukan oleh penggunanya.

Sistem pemerintahan berbasis elektronik atau sebelumnya bernama e-government adalah sebuah usaha penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam instansi pemerintah. Impementasinya pada administrasi pemerintah dan pelayanan publik.

Salah satu aspek infrastruktur penunjang sistem ini adalah tersedianya pusata data (data center) untuk menampung aplikasi yang ada.

Beberapa aplikasi umum yang dipakai oleh seluruh satuan kerja pemerintahan sekarang sudah mulai disediakan oleh pemerintah pusat. Sebelumnya, masing instansi pada pemerintah pusat maupun daerah mengembangkan aplikasinya sendiri – sendiri.

Aplikasi terpusat memudahkan integrasi dan memperkecil kesenjangan penerapan teknologi masing- masing daerah. Walaupun terkadang aplikasi terpusat ini mengalami masalah ketika diakses bersamaan. Infrastruktur pusat data belum mampu meladeni permintaan akses dalam jumlah besar.

Ada juga aplikasi khusus seperti, sistem absensi, sistem kinerja dan sistem informasi sektoral lainnya yang dikelola instansi beserta pusat datanya. Mengelola pusat data khususnya bagi pemerintah daerah setidaknya harus memiliki infrastruktur seperti ruang server, jaringan, dan yang paling penting sumber daya manusia yang mengoperasikannya. Strategi pengelolaan pusat data pada pemerintah daerah harus mempertimbangkan aspek resiko dan perubahan sistem yang terus berkembang.

Dalam suatu forum Smart City di Bandung beberapa tahun silam, perwakilan dari Pemerintah Daerah memaparkan jumlah aplikasi dan sistem informasi yang dimiliki dan siap dibagikan ke Pemda lain di Indonesia sehingga tidak perlu membeli lagi. Antar Pemerintah Daerah hanya perlu membuat Memorandum of Understanding (MoU) dan perjanjian kerjasama. Semangatnya adalah ” tingkatkan kolaborasi kurangi kompetisi”. Memang setiap daerah melaksanakan tugas dan fungsi yang sama sehingga seharusnya bisa menggunakan aplikasi dan sistem informasi yang sama. Pada umumnya aplikasi yang dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah untuk pelayanan publik dan administrasi pemerintahan.

Aplikasi layanan publik yang harus digunakan oleh pemerintah daerah antara lain Sistem Perijinan Online untuk proses perijinan, Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, Sistem Pengadaan Barang Jasa, Sistem Antrian Rumah Sakit dan Sistem Pengaduan warga. Sedangkan aplikasi untuk administrasi pemerintahan antara lain Sistem Informasi Perencanan, Penganggaran dan pertanggunjawaban (e-planning-e-budgeting), Sistem Informasi Kepegawaian, Sistem Informasi Kinerja, Sistem Informasi Kearsipan dan lain – lain. Di samping kedua jenis aplikasi tersebut, ada beberapa daerah yang sistem pemerintahan secara elektronik nya sudah maju mengembangkan aplikasi untuk menunjang tugas pokok dan fungsinya dengan memanfaatkan teknologi terbaru seperti Internet of Thing (IOT) maupun Big Data. Salah satu pemanfaatan IOT misalnya untuk mendeteksi banjir, bencana alam atau kemacetan di jalan raya.

Adopsi aplikasi maupun sistem informasi dianggap sebagai suatu cara paling mudah untuk menerapkan kesuksesan satu daerah ke daerah yang lain. Proses instalasi umumnya tidak menjadi masalah dan dapat dilaksanakan secara remote dari daerah yang memberikan aplikasi. Namun pada tahap implementasi setelah sistem informasi diterapkan ada beberapa permasalahan yang muncul. Aplikasi yang dikelola pemerintah daerah memerlukan infrastruktur dan sumberdaya manusia yang mampu mendukung sebuah sistem informasi dapat berjalan secara berkelanjutan.

Arah pengembangan sistem pemerintahan berbasis elektronik setelah adanya aplikasi adalah integrasi dengan aplikasi lain dan selanjutnya adalah optimalisasi sehingga bisa beradaptasi dengan regulasi yang baru. Aplikasi yang sudah berjalan mau tidak mau harus dilakukan penyesuaian agar dapat berkomunikasi dengan aplikasi yang lain. Aplikasi yang diadopsi harus diperbaharui. Disinilah permasalahan yang muncul terutama bagi pemerintah daerah yang tidak memiliki sumber daya yang cukup. Belum lagi aplikasi yang dipakai tidak memiliki dokumentasi yang detail terhadap aplikasi tersebut.