Permasalahan Adopsi Aplikasi Pemerintah Daerah

Dalam suatu forum Smart City di Bandung beberapa tahun silam, perwakilan dari Pemerintah Daerah memaparkan jumlah aplikasi dan sistem informasi yang dimiliki dan siap dibagikan ke Pemda lain di Indonesia sehingga tidak perlu membeli lagi. Antar Pemerintah Daerah hanya perlu membuat Memorandum of Understanding (MoU) dan perjanjian kerjasama. Semangatnya adalah ” tingkatkan kolaborasi kurangi kompetisi”. Memang setiap daerah melaksanakan tugas dan fungsi yang sama sehingga seharusnya bisa menggunakan aplikasi dan sistem informasi yang sama. Pada umumnya aplikasi yang dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah untuk pelayanan publik dan administrasi pemerintahan.

Aplikasi layanan publik yang harus digunakan oleh pemerintah daerah antara lain Sistem Perijinan Online untuk proses perijinan, Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, Sistem Pengadaan Barang Jasa, Sistem Antrian Rumah Sakit dan Sistem Pengaduan warga. Sedangkan aplikasi untuk administrasi pemerintahan antara lain Sistem Informasi Perencanan, Penganggaran dan pertanggunjawaban (e-planning-e-budgeting), Sistem Informasi Kepegawaian, Sistem Informasi Kinerja, Sistem Informasi Kearsipan dan lain – lain. Di samping kedua jenis aplikasi tersebut, ada beberapa daerah yang sistem pemerintahan secara elektronik nya sudah maju mengembangkan aplikasi untuk menunjang tugas pokok dan fungsinya dengan memanfaatkan teknologi terbaru seperti Internet of Thing (IOT) maupun Big Data. Salah satu pemanfaatan IOT misalnya untuk mendeteksi banjir, bencana alam atau kemacetan di jalan raya.

Adopsi aplikasi maupun sistem informasi dianggap sebagai suatu cara paling mudah untuk menerapkan kesuksesan satu daerah ke daerah yang lain. Proses instalasi umumnya tidak menjadi masalah dan dapat dilaksanakan secara remote dari daerah yang memberikan aplikasi. Namun pada tahap implementasi setelah sistem informasi diterapkan ada beberapa permasalahan yang muncul. Aplikasi yang dikelola pemerintah daerah memerlukan infrastruktur dan sumberdaya manusia yang mampu mendukung sebuah sistem informasi dapat berjalan secara berkelanjutan.

Arah pengembangan sistem pemerintahan berbasis elektronik setelah adanya aplikasi adalah integrasi dengan aplikasi lain dan selanjutnya adalah optimalisasi sehingga bisa beradaptasi dengan regulasi yang baru. Aplikasi yang sudah berjalan mau tidak mau harus dilakukan penyesuaian agar dapat berkomunikasi dengan aplikasi yang lain. Aplikasi yang diadopsi harus diperbaharui. Disinilah permasalahan yang muncul terutama bagi pemerintah daerah yang tidak memiliki sumber daya yang cukup. Belum lagi aplikasi yang dipakai tidak memiliki dokumentasi yang detail terhadap aplikasi tersebut.

Exit mobile version